TAFSIR SURAT AN NISA’ AYAT 24-28

By | 31/07/2015

Tafsir Al  Qur’an Surat An Nisa Ayat Yang Ke: 24, 25, 26, 27, Dan 28. (Juz 5)
Lanjutan dari tafsir ayat sebelumnya, yaitu menerangkan tentang wanita yang haram dan halal untuk di nikahi, khususnya bagi orang merdeka/tuan dengan budaknya. Lalu menerangkan tentang hikmah ataupun faedah dari ketetapan Allah ini.

وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (٢٤

Terjemah Surat An Nisa Ayat 24

24.[1] Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami[2], kecuali budak-budak perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki[3] sebagai ketetapan Allah atas kamu[4]. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu[5] jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka[6], sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan[7]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana[8].

Ayat 25: Menerangkan tentang menikahi budak, dan hukuman bagi budak jika melakukan perbuatan keji

وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلا أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (٢٥

Terjemah Surat An Nisa Ayat 25

25. Dan barang siapa di antara kamu (orang merdeka) tidak mempunyai biaya[9] untuk menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka dihalalkan menikahi perempuan yang beriman dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu[10]. Sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain[11], karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya[12] dan berilah mereka maskawin secara ma’ruf[13], karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya[14]. Apabila mereka telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), maka hukuman bagi mereka setengah dari hukuman perempuan-perempuan merdeka yang tidak bersuami[15]. (Kebolehan menikahi budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina)[16]. Tetapi jika kamu bersabar[17], itu lebih baik bagimu. Allah Maha Pengampun[18] lagi Maha Penyayang.

Ayat 26-28: Hikmah Allah Subhaanahu wa Ta’aala mensyariatkan beberapa hukum-hukum yang disebutkan sebelumnya, dan bahwa di dalamnya terdapat kelembutan dan penghormatan terhadap manusia

يُرِيدُ اللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (٢٦) وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلا عَظِيمًا (٢٧) يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الإنْسَانُ ضَعِيفًا (٢٨)

Terjemah Surat An Nisa Ayat 26-28

26. Allah hendak menerangkan (syari’at-Nya) kepadamu[19], dan menunjukkan jalan-jalan (kehidupan) orang yang sebelum kamu[20] dan (hendak) menerima tobatmu[21]. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana[22].

27. Dan Allah hendak menerima tobatmu[23], sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya[24] menghendaki agar kamu berpaling sejauh-jauhnya[25].

28. Allah hendak memberikan keringanan kepadamu[26], karena manusia diciptakan bersifat lemah.


[1] Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudriy, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada peperangan Hunain mengirim pasukan ke Awthas, di sana mereka bertemu musuh dan berperang sehingga mereka memperoleh kemenangan serta mendapatkan para tawanan. Nampaknya sebagian sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa berdosa menggauli wanita yang tertawan karena masih ada suami-suami mereka yang musyrik, maka Allah Azza wa Jalla menurunkan firman Allah Ta’ala, “Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali budak-budak perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki“, yakni mereka (tawanan perang yang perempuan) halal bagi kamu apabila telah selesai ‘iddahnya.” Iddahnya adalah dengan melahirkan jika hamil atau mengalami sekali haidh jika tidak hamil.

[2] Sampai mereka dicerai dan habis masa ‘iddahnya.

[3] Maksudnya: budak-budak yang dimiliki yang suaminya tidak ikut tertawan bersamanya, maka kamu boleh menjima’i mereka meskipun mereka bersuami, namun dengan syarat setelah istibra’ (pengosongan rahim, baik dengan melahirkan jika sebelumnya hamil atau dengan sekali haidh jika tidak hamil). Jika budak yang bersuami tersebut dijual atau dihibahkan meskipun halal dijima’i oleh pembeli atau penerima hibah, namun pernikahannya tetap tidak batal karena pemilik yang kedua hanya menduduki posisi pemilik pertama, juga berdasarkan hadits Barirah yang diberikan pilihan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, wallahu a’lam.

[4] Maka ikutilah dan jadikanlah petunjuk, karena di dalamnya terdapat obat penyembuh dan nur (cahaya), dan di dalamnya terdapat perincian tentang yang halal dan yang haram.

[5] Maksudnya selain wanita-wanita yang disebutkan dalam surat An Nisaa’ ayat 23 dan 24. Oleh karena itu, yang haram terbatas, sedangkan yang halal tidak terbatas, wal hamdulillah.

[6] Berdasarkan ayat ini, maka ketika istri telah dijima’i, maka mahar menjadi tetap (wajib diberikan).

[7] Misalnya menambah, mengurangi atau tidak membayar sama sekali maskawin yang telah ditetapkan. Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan nikah mut’ah yang pada awal Islam dihalalkan, kemudian diharamkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam nikah mut’ah ditetapkan waktunya dan maharnya, ketika waktunya habis, lalu di antara keduanya ada yang merelakan mahar dengan menggugurkannya, maka hal itu tidak mengapa, wallahu a’lam.

[8] Allah Maha luas ilmu-Nya dan Maha sempurna hikmah (kebijaksanaan)-Nya. Di antara ilmu-Nya dan hikmah-Nya adalah menetapkan syari’at-syari’at bagi manusia dan menetapkan batasan-batasan yang memisahkan antara yang halal dengan yang haram.

[9] Menurut Syaikh As Sa’diy, biaya di sini adalah mahar untuk menikahi wanita-wanita mukminah merdeka.

[10] Oleh karena itu, merasa cukuplah dengan zhahir(lahiriah)nya dan serahkanlah masalah yang tersembunyi kepada-Nya. Terkadang keimanan seorang budak lebih tinggi daripada seorang merdeka.

[11] Maksudnya orang merdeka dan budak yang dikawininya itu adalah sama-sama keturunan Adam dan hawa serta sama-sama beriman. Ada pula yang mengartikan “kamu dan mereka (budak) sama-sama seagama, oleh karena itu jangan merasa sombong dari menikahinya”.

[12] Baik tuannya hanya seorang atau lebih.

[13] Seperti tidak menundanya dan tidak mengurangi meskipun ia seorang budak.

[14] Di mana mereka berzina dengannya secara rahasia.

[15] Oleh karena itu, jika mereka berzina padahal sudah menikah, maka didera sebanyak 50 kali dan diasingkan selama setengah tahun, dan tidak hukum ada rajam terhadap mereka. Namun jika mereka belum menikah kemudian berzina, maka mereka diberi hukuman ta’zir yang membuatnya jera sesuai pendapat hakim.

Hukuman had bagi budak laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya, karena tidak ada pembedanya.

[16] Berdasarkan ayat ini, seorang muslim yang merdeka tidak boleh menikahi budak kecuali dengan empat syarat:

1. Mereka beriman (mukminah)

2. Menjaga diri/’iffah zhahir maupun batin.

3. Tidak mampu membayar mahar wanita merdeka

4. Khawatir zina

Namun demikian, bersabar dengan tidak menikai mereka lebih utama.

[17] Yakni tidak menikahi budak agar anak tidak menjadi budak, rendah dan cacat kehormatan.

[18] Terhadap hal yang telah berlalu. Syaikh As Sa’diy berkata, “Mungkin maksud disebutkan ampunan setelah menyebutkan had terdapat isyarat bahwa had itu dapat menghapuskan dosa, di mana dengan had tersebut Allah menghapuskan dosa hamba-hamba-Nya sebagaimana disebutkan dalam hadits”.

[19] Atau semua yang kamu butuhkan penjelasannya seperti perkara yang hak (benar) dan yang batil, halal dan haram.

[20] Yaitu jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, seperti jalannya para nabi dan orang-orang saleh.

[21] Dia berbuat lembut kepada kamu dalam semua keadaan kamu dan dalam syari’at yang ditetapkan bagimu agar kamu dapat berhenti di atas batas yang Allah tetapkan, mencukupi diri dengan yang dihalalkan-Nya sehingga dosamu menjadi sedikit dengan sebab kemudahan yang diberikan Allah kepadamu, ini pun termasuk tobat-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Termasuk tobat-Nya pula kepada mereka adalah ketika mereka berbuat maksiat dibuka-Nya untuk mereka pintu-pintu rahmat, memberikan kepada mereka rasa untuk kembali kepada-Nya, tunduk berendah diri di hadapan-Nya, kemudian Dia menerima tobat mereka, maka segala puji bagi Allah terhadap semua itu.

[22] Dalam menetapkan syari’at bagi kamu.

[23] Diulangi lagi untuk menjadikannya dasar utama melakukan semua itu. Tobat ini pun menyatukan perpecahan kamu dan mendekatkan yang sebelumnya jauh.

[24] Seperti orang-orang kafir dan para pelaku maksiat.

[25] Dari kebenaran atau dari jalan yang lurus kepada jalan orang-orang yang dimurkai dan jalan orang-orang yang sesat dengan mengerjakan yang diharamkan sehingga kamu seperti mereka. Mereka ingin menjadikan kamu berpindah dari ketaatan kepada Allah kepada ketaatan kepada setan, dari kebahagiaan kepada kesengsaraan, sedangkan Allah mengajak kamu kepada hal yang bermaslahat bagi kamu, kepada hal yang membawa keberuntungan dan kebahagiaan bagi kamu.

[26] Yaitu dalam syari’at. Dia memudahkan perintah dan larangan, dan ketika terjadi kesulitan dibolehkan untuk dilakukan seperti halalnya memakan bangkai bagi orang yang kelaparan dan halalnya menikahi budak bila telah cukup syarat-syaratnya. Hal itu, tidak lain karena sayang dan Ihsan-Nya kepada kamu, pengetahuan-Nya tentang lemahnya dirimu; lemah fisik, lemah ‘azam, lemah iman dan lemahnya kesabaran. Oleh karenanya, Dia meringankan sesuatu yang tidak sanggup dipikul oleh kamu.

Tags: Tafsir Lengkap Al Quran Online Indonesia, Surat An Nisa’, Terjemahan Dan Arti Ayat Al Quran Digital, Penjelasan dan Keterangan, Asbabun Nuzul, Download Tafsir Al Quran, Footnote atau catatan kaki.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.